Senin, 29 Juni 2015

Perkembangan Sumberdaya Air dengan Berbagai Permasalahannya serta kebijakan Penanggulangan



TUGAS MATA KULIAH POLITIK DAN KEBIJKAN KEHUTANAN 
(Perkembangan Sumberdaya Air dengan Berbagai Permasalahannya serta kebijakan Penanggulangan)


O l e h
YULIANUS D. KOMUL

IPENDAHULUAN
A.       LATAR BELAKANG
Kepulauan Indonesia terdiri dari sekitar 17.508 pulau dan sekitar 6.000 merupakan pulau yang berpenghuni. Kepulauan tropis menyebar di sepanjang seperdelapan dari ekuator sekitar 8 juta km2, dengan total luas lahan 1,92 juta km2), dan wilayah laut seluas 3 juta km2 dengan total panjang garis pantai sekitar 84.000 km.Penduduk Indonesia sebanyak 226 juta (data 2008) tersebar di beberapa pulau. Dengan tingkat pertumbuhan 1,66% dari penduduk diperkirakan tumbuh menjadi 280 juta pada tahun 2020. Jawa, sebagai pulau yang paling padat penduduknya hanya seluas 6,58% dari total wilayah Indonesia, berpenduduk 58% (120,4 juta) dari total penduduk di Indonesia.
Dalam dasawarsa yang lalu, imigran perkotaan mengakibatkan pertumbuhan perkotaan sekitar 5% per tahun. Diperkirakan bahwa pada tahun 2020 sekitar 52% penduduk akan tinggal di lingkungan perkotaan, meningkat 38% dibandingkan tahun 1995.Terlepas dari tingginya potensi sumber daya air, sumber daya air permukaan di Indonesia mengalami kekurangan selama musim kemarau, namun terjadi banjir selama musim hujan terutama di beberapa daerah. Meskipun Indonesia memiliki curah hujan yang berlimpah, dengan rata-rata nasional lebih dari 2.500 mm/tahun, namun terjadi perbedaan yang sangat besar di daerah tertentu di Indonesia. Hal ini terjadi berkisar dari daerah-daerah yang sangat kering di Nusa Tenggara, Maluku dan Sulawesi bagian dari Kepulauan (kurang dari 1.000 mm) dan yang sangat basah di beberapa bagian daerah Papua, Jawa, dan Sumatra (lebih dari 5.000 mm). Seperti di banyak negara lain, kondisi sumber daya air di Indonesia telah sampai pada tahap di mana tindakan terpadu diperlukan untuk membalikkan tren yang terjadi saat ini yatiu penggunaan air yang berlebihan, polusi, dan meningkatnya ancaman kekeringan dan banjir.Mengingat tantangan yang dihadapi oleh sektor sumber daya air dan sektor irigasi di abad ke-21 dan reformasi sektor publik yang lebih memperhatikan aspirasi rakyat, Pemerintah Indonesia telah memulai program reformasi bidang sumber daya air yang meliputi aspek kebijakan, aspek kelembagaan, aspek legislatif dan peraturan, dan kebijakan konservasi sumber daya air telah mendapat bagian yang substansial dalam agenda reformasi.Air merupakan sumber daya penting bagi kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya.
Meningkatnya jumlah penduduk dan kegiatan pembangunan, telah meningkatkan kebutuhan air. Di lain pihak, ketersediaan air dirasakan semakin terbatas, di beberapa tempat bahkan sudah dapat dikategorikan berada dalam kondisi kritis. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor seperti pencemaran, penggundulan hutan, kegiatan pertanian yang mengabaikan kelestarian lingkungan dan berubahnya fungsi daerah tangkapan air.Air sebagai penopang pembangunan dewasa ini (bahkan sudah dirasakan sejak lama) semakin terancam keberadaannya, baik dan segi kuantitas maupun kualitasnya. Hal tersebut sebagian besar diakibatkan oleh ulah manusia yang kurang arif  terhadap lingkungan sehingga berpengaruh terhadap sumberdaya air, bahkan akhirnya berdampak negatif terhadap manusia sendiri. Sumberdaya air sebagai bagian dari sumberdaya alam  (natural resources),  di dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1999 – 2004 disebutkan diarahkan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat lokal, serta penataan ruang yang pengusahaannya diatur dengan undang-undang.UUD 1945 Pasal 33 ayat (3) menyebutkan bahwa pendayagunaan sumber daya air harus ditujukan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Pengertian yang terkandung di dalam amanat tersebut adalah bahwa negara bertanggungjawab terhadap ketersediaan dan pendistribusian potensi sumberdaya air bagi seluruh masyarakat Indonesia, dan dengan demikian pemanfaatan potensi sumberdaya air harus direncanakan sedemikian rupa sehingga memenuhi prinsip-prinsip kemanfaatan, keadilan, kemandirian, kelestarian dan keberlanjutan

B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang akan di bahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut 
1.     Apa yang di maksud dengan pembangunan dalam kaitan dengan sumber daya air
2.     Bagaimana Status Pembangunan Sumberdaya Air di Indonesia?
3.     Bagaimana dampak aktivitas pembangunan terhadap ketersediaan air ?
4.     Bagaimana hubungannya dengan siklus hidrologi dan sumber daya air ?
5.     Bagaimana masalah-masalah pengelolaan sumber daya air ?
6.     Bagaimana konservasi sumber daya air?

C.  TUJUAN
Adapun tujuan yang di harapakan dalam penyusunan makalah ini adalah 
1.     Dapat memahamai definisi dari pembangunan itu sendiri.
2.     Dapat mengetahui bahwasanya pembangunan ini memiliki dampak terhadap ketersediaan sumber daya air.
3.     Dapat mengerti hubungannya dengan siklus hidrologi dan sumber daya air.
4.     Dapat mengetahui masalah-masalah dalam pengelolaan sumber daya air.
5.     Menambah pengetahuan tentang konservasi sumber daya air itu seperti apa.

IIPEMBAHASAN
2.   PENGERTIAN PEMBANGUNAN
Pembangunan adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk merubah kondisi lama menjadi kondisi yang baru dengan maksud untuk melakukan pengembangan dengan memanfaatkan kondisi geologi secara fisik yang juga memanfaatkan sumber daya alam, kegiatan tersebut berlangsung di atas permukaan bumi. Salah satu contoh yaitu pembangunan di bidang sektor pertambangan, perindutrian dan pertanian.Kebijakan pembangunan infrastruktur di Indonesia telah dimulai sejak masa Hindia-Belanda, terutama untuk sektor sumber daya air dengan dikeluarkannya Peraturan Umum tentang Air (Algemeene Water Reglement (AWR) pada tahun 1936 dan Algemeene Water beheers verordening pada tahun 1937) dan diikuti dengan Peraturan Airtingkat Propinsi Provinciale Water Reglement (Jawa Timur dan Jawa Barat) pada tahun 1940. Pada masa setelah kemerdekaan, peraturan yang ditetapkan sejalan dengan UUD 1945.Pembangunan infrastruktur secara menyeluruh selanjutnya dimulai dengan disusunnya Rencana Pembangunan Lima Tahun – I (REPELITA I)  periode 1968/1969 – 1973/1974 termasuk sektor sumber daya air, transportasi, dan listrik. Pembangunan infrastruktur dilaksanakan secara cepat selama pelaksanaan REPELITA I hingga VI. Pembangunan infrastruktur di sektor sumber daya air telah berhasil meningkatkan produksi pangan hingga mencapai swasembada pangan pada tahun 1980. Sejalan dengan pertumbuhan penduduk, telah dikembangkan juga infrastruktur pengairan dan sanitasi terutama sejak pelaksanaan REPELITA III. Namun demikian, pembangunan tidak dapat mengimbangi pertumbuhan penduduk dimana cakupan pelayanan hanya dapat mencapai sekitar 55% dari jumlah penduduk di Indonesia.Mengingat pengembangan sumber daya air di Indonesia selalu mengalami peningkatan dan perubahan dari waktu ke waktu, maka dari itu sangat diperlukan untuk melakukan pengembangan dan peningkatan sektor sumber daya air baik dari segi kebijakan, peraturan dan perundang-undangan, aspek kelembagaan, maupun pelaksanaan di lapangan. Hal tersebut perlu diintegrasikan dengan paradigm pembangunan nasional dan pembangunan sumber daya air secara keseluruhan.Dengan meningkatnya permintaan masyarakat untuk sumber daya air baik secara kuantitas maupun kualitas, maka dapat mendorurng untuk penguatan nilai ekonomi sumber daya air dibandingkan dengan nilai sosial dan berpotensi untuk terjadi konflik kepentingan antar sector, antar wilayah dan antar berbagai pihak yang terkait sumber daya air. Pengelolaan sumber daya air yang lebih mempertimbangkan nilai ekonomiakan cenderung untuk memberikan manfaat yang lebih banyak kepada kepentingan penguatan ekonomi dan akan mengesampingkan kepentingan sosial dan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat terhadap air. Hal ini akan menjadi kerugian bagi kelompok masyarakan yang tidak mampu bersaing karena rendahnya kemampuan ekonomi, bahkan akan menyebabkan hak dasar setiap orang untuk mendapatkan air tidak dapat dipenuhi. Mengingat sumber daya air merupakan sumber kehidupan, pemerintah wajib melindungi kepentingan kelompok masyarakat berkemampuan ekonomi rendah untuk mendapatkan sumber daya air secara adil dengan menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan sumber daya air yang mampu menyeimbangkan antara nilai sosial dan nilai ekonomi sumber daya air.

2.1. HIDROLOGI DAN SUMBER DAYA AIR
Dalam membicarakan ruang lingkup sumberdaya air yang pada dasarnya membahas hidrologi, akan lebih mudah bila penjelasannya dikaitkan dengan sistem Daerah Aliran Sungai (DAS) yang digunakan sebagai wilayah maupun satuan analisisnya. Dalam sistem DAS biasanya digambarkan hubungan antara hujan sebagai masukan dan aliran sebagai keluarannya dalam suatu sistem sebagai berikut. Keluaran yang dihasilkan dalam sistem tersebut tidak terbatas pada aliran, tetapi dapat juga merupakan zat kimia yang terbawa aliran dan atau sedimen yang terbawa aliran yang bersangkutan.Hubungan tersebut umumnya berlangsung dalam penelitian sumberdaya air pada suatu DAS, atau yang dikenal dengan pendekatan kotak hitam (black box). Air di muka bumi mengalami peredaran (siklus) yang sering disebut dengan siklus hidrologi atau daur hidrologi. Siklus hidrologi dapat dicerminkan dalam bentuk yang sederhana maupun yang rumit, lengkap dengan proses-proses berlangsung di dalamnya.Dalam penanganan suatu kegiatan yang melibatkan hidrologi, hendaknya disesuaikan dengan tujuan dari kegiatan tersebut. Oleh sebab itu parameter hidrologi yang diperlukan dalam suatu kegiatan harus disesuaikan. Dalam kajian siklus hidrologi dapat dibedakan antara cara perhitungan dan ruangan atau batas wilayah yang dipelajari dalam memperkirakan neraca air.Indonesia mempunyai potensi air peringkat kelima terbaik di dunia, namun baru 156 miliar meter kubik yang baru dimanfaatkan, diantaranya untuk irigasi 81%, dan 19% untuk domestik, perkotaan dan industri.
Hampir di seluruh wilayah Indonesia mengalami permasalahan yang berkaitan dengan air, baik saat musim hujan maupun di musim kemarau."Air merupakan sumber kehidupan manusia, tanpa air kita tidak bisa hidup" jelas Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah dalam sambutannya di acara pembukaan Pertemuan Regional Operasi dan Pemeliharaan Prasarana Sumber Daya Air Wilayah II tahun 2013, di Banten (2/5).Atut juga menyampaikan bahwa potensi masalah air yang ada bisa menjadi potensi yang bermanfaat, Untuk itu, diharapkan adanya sinergi antara pusat, provinsi, kabupaten/kota dan agar dapat diimplementasikan dengan baik.Pada kesempatan yang sama Direktur Jenderal Sumber Daya Air (Dirjen SDA) yang diwakili oleh Direktur Operasi dan Pemeliharaan (OP), Hartanto, menyampaikan hal yang senada, bahwa diperlukan kerja sama antara pemerintah pusat dan daerah, khususnya dalam hal irigasi. Selain itu, Hartanto juga menambahkan kewenangan Pemerintah pusat hanya 32% dan selebihnya merupakan kewenangan propinsi dan kabupaten.Dalam pengelolaan sumber daya air terdapat beberapa isu strategis diantaranya, terbatasnya Sumber Daya Manusia, Operasi dan Pemeliharaan, belum optimalnya kinerja lembaga pengelola SDA serta belum terpenuhinya alokasi dana OP berdasarkan Angka Kebutuhan Nyata Operasi dan Pemeliharaan (AKNOP).Pertemuan ini dimaksudkan untuk mengevaluasi atas upaya-upaya penyelesaian yang telah dilakukan oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah atas beberapa permasalahan yang muncul. Diharapkan, hasil dari pertemuan ini dapat memahami dan menyepakati masukan-masukan tentang OP sungai sebagai bahan untuk penyusunan draft pedoman OP sungai, tersusunnya program OP jaringan irigasi Tahun Anggaran 2013, adanya kesepakatan komitmen dan konsisten Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota untuk melaksanakan pengelolaan irigasi sesuai dengan UU No.7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dan menyepakati masukan-masukan tentang penyusunan draft Peraturan Pemerintah sebagai turunan UU Sumber Daya Air (SDA).

2.1.1. Potensi Sumber Daya Air
Secara nasional, potensi sumber daya air (air permukaan dan air tanah) tersebar di berbagai pulau di Indonesia dengan kuantitas dan kualitas yang berbeda-beda. Demikian pula pemanfaatannya sangat tergantung pada kebutuhan penduduk dan kegiatan pembangunan yang ada, seperti pertanian (irigasi), industri, pariwisata, dan sebagainya."Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;" lang="EN-US">Berdasarkan studi Direktorat Jenderal (Ditjen) Pengairan, Departemen Pekerjaan Umum tahun 1994, potensi air permukaan di Indonesia adalah sebesar 1.789 milyar m3/tahun. Potensi air tersebut tersebar di berbagai pulau, antara lain Papua sebesar 1401 x 109 m3/tahun; Kalimantan sebesar 557 x 109 m3/tahun; dan Jawa sebesar 118 x 109 m3/tahun. Air permukaan tersebut tersebar pada berbagai badan air, yaitu 5.886 sungai, 186 danau/situ, waduk dan rawa seluas 33 juta hektar.Hal lain juga dikemukakan oleh Rohmat (2010) bahwa debit air sungai Citarum dan sekitarnya yang masuk ke waduk Djuanda dipandang sebagai jumlah yang terkendali. Total potensi sumberdaya air selama satu tahun dihitung berdasarkan jumlah air bulanan. Pendekatan perhitungan jumlah air tersebut disajikan dalam bentuk persamaan sebagai berikut ( Rohmat, 2010) :
Qb = Qh x H x 86400 dan Qt = ∑QbiDengan :     
Qb = Jumlah air rata-rata dalam m³/bulan                    
Qh = Debit rata-rata harian (m³/detik)                     
H = Jumlah hari dalam bulan yang bersangkutan                    
Qt = Rata-rata jumlah air total selama 1 tahun (m³/tahun)

2.1.2.      Kebutuhan Air
Kebutuhan air terbesar di Indonesia terjadi di Pulau Jawa dan Sumatera, karena kedua pulau ini mempunyai jumlah penduduk dan industri yang cukup besar. Kebutuhan air lainnya yang besar adalah untuk keperluan pertanian (irigasi) dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan yang terus meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk. Berdasarkan data dari Ditjen Pengairan, Departemen Pekerjaan Umum tahun 1991, pada tahun 1990 kebutuhan air untuk pertanian (irigasi dan tambak) adalah 74,9 x 109 m3/tahun, sedangkan pada tahun 2000 kebutuhan air untuk keperluan tersebut akan meningkat menjadi sebesar 91,5 x 109 m3/tahun, dan pada tahun 2015 menjadi sekitar 116,96 x 109 m3/tahun. Berarti persentase kenaikan kebutuhan air untuk pertanian antara tahun 1990 dan 2000 adalah sebesar 10%/tahun dan antara tahun 2000 dan 2015 sebesar 6,7 %/tahun.
Di samping kebutuhan air untuk domestik dan pertanian, kebutuhan air untuk sektor industri juga cukup besar. Berdasarkan data dari Departemen Perindustrian, kebutuhan air untuk sektor industri pada tahun 1990 adalah sebesar 703,5 x 106 m3/tahun, dan proyeksi untuk tahun 1998 adalah sebesar 6.474,8 x 106 m3/tahun. Peningkatan sebesar sembilan kali lipat atau 12,5%/tahun merupakan perkiraan berkembangnya industri di beberapa provinsi, antara lain di Riau, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Timur dan Kalimantan Timur.Karena ketersediaan air permukaan yang dapat dimanfaatkan semakin terbatas maka terjadi peningkatan penggunaan air tanah terutama di kota-kota besar di Pulau Jawa seperti Jakarta, Bandung, Semarang dan Surabaya. Sebagai contoh, pemanfaatan air tanah untuk sektor industri saja di Kota Bandung mencapai 66,9 x 106 m3/tahun. Di wilayah DKI Jakarta dan daerah penyangganya yaitu Bogor, Tangerang dan Bekasi (Botabek) diketahui cekungan air tanahnya meliputi luas 3.000 km2.

2.1.3.      Ketersediaan air (Water availability)
Ketersediaan air adalah berapa besar cadangan air yang tersedia untuk keperluan irigasi. Ketersediaan air ini biasanya terdapat pada air permukaan seperti sungai, danau, dan rawa-rawa, serta sumber air di bawah permukaan tanah. Pada prinsipnya perhitungan ketersediaan air ini bersumber dari banyaknya curah hujan, atau dengan perkataan lain hujan yang jatuh pada daerah tangkapan hujan (catchment area/ watershed) sebagian akan hilang menjadi evapotranspirasi, sebagian lagi menjadi limpasan langsung (direct run off), sebagian yang lain akan masuk sebagai infiltrasi. Infiltrasi ini akan menjenuhkan tanah atas (top soil), kemudian menjadi perkolasi ke ground water yang akan keluar menjadi base flow. (Anonim, 2009).Di samping data meteorologi, dibutuhkan pula data cahaya permukaan (exposed surface), dan data kelembaban tanah (soil moisture). Untuk rumus run off adalah :  Run off = base flow + direct run off

2.1.4.      Karakteristik Sumberdaya Air
Secara eksplisit karakteristik dasar sumberdaya air antara lain:
1.     Dapat mencakup beberapa wilayah administratif (cross-administrative boundary) dikarenakan oleh faktor topografi dan geologi
2.      Dipergunakan oleh berbagai aktor (multi-stakeholders)
3.     Bersifat sumberdaya mengalir (flowing/dynamic resources) sehingga mempunyai keterkaitan yang sangat erat antara kondisi kuantitas dengan kualitas, antara hulu dengan hilir, antara instream dengan offstream, maupun antara air permukaan dengan air bawah tanah.
4.      Dipergunakan baik oleh generasi sekarang maupun generasi mendatang (antar generasi).
Kuantitas dan kualitas air amat bergantung pada tingkat pengelolaan sumber daya air masing-masing daerah, keragaman penggunaan air yang bervariasi – pertanian, air baku domestik dan industri, pembangkit tenaga listrik, perikanan, dan pemeliharaan lingkungan – selain iklim, musim (waktu) serta sifat ragawi alam (topografi dan geologi) dan kondisi demografi (jumlah dan penyebaran) serta apresiasi (persepsi) tentang air.Mempertimbangkan hal-hal tersebut, maka sumberdaya air merupakan sumberdaya alam yang sangat vital bagi hidup dan kehidupan mahluk serta sangat strategis bagi pembangunan perekonomian, menjaga kesatuan dan ketahanan nasional sehingga harus dikelola secara terpadu, bijaksana dan profesional.

2.2.       Dampak Aktivitas Pembangunan Terhadap Ketersediaan Air
Pembangunan yang selama ini kita ketahui ternyata memiliki dampak yang sangat tinggi terhadap ketersediaan air, baik itu air permukaaan maupun air bawah permukaan. Dengan adanya pembangunanini, ada dampak positif yang hal itu di rasakan dan dinikmati oleh manusia, sedangkan dampak negatif dari pembangunan ini salah satunya adalah ketersediaan air. Kita ketahui bahwa air adalah sumber daya alam yang harus di jaga dengan baik. Karena air adalah sumber dari kehidupan manusia di bumi ini.Sumberdaya air dapat terkena dampak dari pembangunan itu sendiri. Perubahan kondisi lingkungan yang diakibatkan oleh pembangunan dapat berdampak pada sumberdaya air baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Peristiwa banjir yang sering terjadi tidak terlepas dari dampak perubahan penggunaan lahan. Pencemaran pada air sungai dan air tanah yang sering terjadi juga merupakan dampak dari pembangunan juga, seperti adanya pembangunan pabrik gula. Limbah dari pabrik gula itu pembuangannya masih di arahkan ke sungai-sungai, bagaimana tidak tercemar air yang ada di sungai itu. Oleh karena itu perlu adanya ketegasan dari pihak pelestarian lingkungan dalam menghadapi masalah tersebut. Dengan memperhatikan daur hidrologi serta proses hidrologi yang mengalami perubahan dapat dikaji dampak-dampak negatif yang mungkin timbul yang disebabkan oleh proses pembangunan.Untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan di Indonesia, maka prinsip dasar yang berkaitan dengan sumber daya air yang perlu dipahami adalah bagaimana memenuhi kebutuhan air secara memadai dengan ketersediaan air yang terbatas untuk seluruh penduduk Indonesia dan seluruh sektor pembangunan, dengan mempertimbangkan aspek daya dukung dan konservasi sumber daya air. Namun hal itu harus memperhatikan keadaan sumber daya manusia dalam mengelola pembangunan dan menjalankan kegiatan pembangunan. Dengan melihat kondisi di sekitar utamanya ketersediaan air maka tidak sembarang orang atau manusia dapat mengerti prinsip dasar yang berkaitan sumber daya air. Banyak kita temui, orang-orang yang tinggal di daerah dataran tinggi seperti di Kota Batu, Malang-Jawa Timur di mana daerah batu dulunya adalah daerah resapan air hujan karena banyaknya hutan-hutan yang masih berdiri tegak. Tapi saat ini kondisi di daerah Batu sudah berbeda dengan dulu, yang mana hutan-hutan sudah di babat menjadi lahan perkebunan holtikultura. Memang hal ini berkaitan dengan pembangunan di bidang pertanian. Sehingga saat hujan turun hanya sebagian yang dapat di resap oleh tanah, artinya proses infiltrasi di daerah Batu saat ini berkurang secara drastis akibat pembangunan di bidang pertaniaan tersebut.

2.3.  PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI INDONEISA
2.3.1.  Status dan Karakteristik Sumber Daya Air di Indonesia
Secara umum, sektor sumber daya air di Indonesia menghadapi permasalahan jangka panjang terkait dengan pengelolaan dan tantangan investasi , yang akan mempengaruhi pembangunan ekonomi negara dan menyebabkan berkurangnya keamanan pangan, kesehatan masyarakat dan kerusakan lingkungan. Pada tingkat kebijakan dan pelaksanaan, Indonesia menghadapi beberapa permasalahan spesifik seperti sebagai berikut:
1.     Ketidakseimbangan antara pasokan dan kebutuhan dalam perspektif ruang dan waktu. Indonesia yang terletak di daerah tropis merupakan negara kelima terbesar di dunia dalam hal ketersediaan air. Namun, secara alamiah Indonesia menghadapi kendala dalam memenuhi kebutuhan air karena distribusi yang tidak merata baik secara spasial maupun waktu, sehingga air yang dapat disediakan tidak selalu sesuai dengan kebutuhan, baik dalam perspektif jumlah maupun mutu.
2.     Meningkatnya ancaman terhadap keberlanjutan daya dukung sumber daya air, baik air permukaan maupun air tanah. Kerusakan lingkungan yang semakin luas akibat kerusakan hutan secara signifikan telah menyebabkan penurunan daya dukung Daerah Aliran Sungai (DAS) dalam menahan dan menyimpan air. Hal yang memprihatinkan adalah indikasi terjadinya proses percepatan laju kerusakan daerah tangkapan air.Kelangkaan air yang terjadi cenderung mendorong pola penggunaan sumber air yang tidak bijaksana, antara lain pola eksploitasi air tanahsecara berlebihan sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan permukaan dan kualitas air tanah, intrusi air laut, dan penurunan permukaan tanah
3.     Menurunnya kemampuan penyediaan air. Berkembangnya daerah permukiman dan industri telah menurunkan area resapan air dan mengancam kapasitas lingkungan dalam menyediakan air. Pada sisi lain, kapasitas infrastruktur penampung air seperti waduk dan bendungan makin menurun sebagai akibat meningkatnya sedimentasi, sehingga menurunkan keandalan penyediaan air untuk irigasimaupun air baku. Kondisi ini diperparah dengan kualitas operasi dan pemeliharaan yang rendah sehingga tingkat layanan prasarana sumber daya air menurun semakin tajam.
4.     Meningkatnya potensi konflik air. Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kualitas kehidupan masyarakat, jumlah kebutuhan air baku bagi rumah tangga, permukiman, pertanian maupun industri juga semakin meningkat. Pada tahun 2003, secara nasional kebutuhan air mencapai 112,3 miliar meter-kubik dan diperkirakan pada tahun 2009 kebutuhan air akan mencapai 117,7 miliar meter-kubik. Kebutuhan air yang semakin meningkat pada satu sisi dan ketersediaan yang semakin terbatas pada sisi yang lain, secara pasti akan memperparah tingkat kelangkaan air.
5.     Kurang optimalnya tingkat layanan jaringan irigasi. Jaringan irigasi terbangun di Indonesia berpotensi melayani 6,77 juta hektar sawah. Dari jaringan irigasi yang telah dibangun tersebut diperkirakan sekitar 1,67 juta hektar, atau hampir 25 persen, masih belum atau tidak berfungsi. Untuk jaringan irigasi rawa, hanya sekitar 0,8 juta hektar (44 persen) yang berfungsi dari 1,80 juta hektar yang telah dibangun. Selain penurunan keandalan layanan jaringan irigasi, luas sawah produktif beririgasi juga makin menurun karena alih fungsi lahan menjadi non-pertanian terutama untuk perumahan
6.     Makin meluasnya abrasi pantai. Perubahan lingkungan dan abrasi pantai mengancam keberadaan lahan produktif dan wilayah pariwisata. Selain itu, abrasi pantai pada beberapa daerah perbatasan dapat menyebabkan bergesernya garis perbatasan dengan negara lain. Dengan demikian di wilayah-wilayah tersebut, pengamanan garis pantai mempunyai peran strategis dalam menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia
7.     Lemahnya koordinasi, kelembagaan, dan ketatalaksanaan. Perubahan paradigma pembangunan sejalan dengan semangat reformasi memerlukan beberapa langkah penyesuaian tata kepemerintahan, peran masyarakat, peran BUMN/BUMD, dan peran swasta dalam pengelolaan infrastruktur sumber daya air. Penguatan peran masyarakat, pemerintah daerah, BUMN/BUMD, dan swasta diperlukan dalam rangka memperluas dan memperkokoh basis sumber daya. Meskipun prinsip-prinsip dasar mengenai hal tersebut telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, namun masih diperlukan upaya tindak lanjut untuk menerbitkan beberapa produk peraturan perundangan turunan dari undang-undang tersebut sebagai acuan operasional. Pada aspek institusi, lemahnya koordinasi antarinstansi dan antardaerah otonom telah menimbulkan pola pengelolaan sumber daya air yang tidak efisien, bahkan tidak jarang saling berbenturan. Pada sisi lain, kesadaran dan partisipasi masyarakat, sebagai salah satu prasyarat terjaminnya keberlanjutan pola pengelolaan sumber daya air, masih belum mencapai tingkat yang diharapkan karena masih terbatasnya kesempatan dan kemampuan.
8.     Rendahnya kualitas pengelolaan data dan sistem informasi. Pengelolaan sumber daya air belum didukung oleh basis data dan sistem informasi yang memadai. Kualitas data dan informasi yang dimliki belum memenuhi standar yang ditetapkan dan tersedia pada saat diperlukan. Berbagai instansi mengumpulkan serta mengelola data dan informasi tentang sumber daya air, namun pertukaran data dan informasi antar instansi masih banyak mengalami hambatan. Masalah lain yang dihadapi adalah sikap kurang perhatian dan penghargaan akan pentingnya data dan informasi

2.3.2.   Pengembangan Infrastruktur Sumber Daya Air

Untuk peningkatan sumber daya air di Indonesia, masih banyak diperlukan pembangunan bendungan, waduk, dan sistim jaringan irigasi yang handal untuk menunjang kebijakan ketahanan pangan pemerintah. Di samping itu untuk menjamin ketersediaan air baku, tetap perlu dilakukan normalisasi sungai dan pemeliharaan daerah aliran sungai yang ada di beberapa daerah. Pemeliharaan dan pengembangan Sistem Wilayah Sungai tersebut didekati dengan suatu rencana terpadu dari hulu sampai hilir yang dikelola secara profesional. Untuk itu perlu dikembangkan teknologi rancang bangun Bendungan Besar, Bendung Karet, termasuk terowongan, teknologi Sabo, sistem irigasi maupun rancang bangun pengendali banjir.Saat ini terdapat beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS) yang memiliki peran penting dalam penyediaan sumber air sebagian telah mengalami kerusakan yaitu 62 DAS rusak dari total 470 DAS, sehingga mengakibatkan menurunnya nilai kemanfaatan air sehubungan penurunan fungsi daerah tangkapan dan resapan air. Saat ini jaringan irigasi terbangun mencapai 6,77 juta ha (1,67 juta ha belum berfungsi), dan jaringan irigasi rawa 1,8 juta ha yang berfungsi untuk mendukung Program Ketahanan Pangan Nasional. Namun di sisi lain perkembangan fisik wilayah telah memberikan dampak pada terjadinya alih fungsi lahan pertanian sekitar 35 ribu ha per tahun.

a.        Pelaksanaan Pengelolaan Sumber Daya Air

Indonesia telah melakukan langkah maju dalam pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Air secara terpadu (Integrated Water Resources Management – IWRM) yang menjadi perhatian dunai internasional untuk meningkatkan pengelolaan sumber daya air dalam mencapai kesejahteraan umum dan pelestarian lingkungan. Sejalan dengan konsep IWRM yang berkembang di forum internasional, beberapa tindakan telah diambil di tingkat nasional dan daerah dalam rangka reformasi kebijakan sumber daya air.Reformasi dalam pengelolaan sumber daya air merupakan salah satu tindakan penting untuk mengatasi pengentasan kemiskinan, ketahanan pangan, dan konservasi sumber daya alam. Dalam pelaksanaannya, telah diterbitkan beberapa kebijakan antara lain diberlakukannya Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (UU SDA) yang sejalan dengan prinsip-prinsip IWRM. Undang-undang ini bertujuan untuk pelaksanaan pengelolaan sumber daya air secara menyeluruh, berkelanjutan, dan melalui pendekatan terbuka sehingga memberikan pilihan bagi masyarakat bisnis dan organisasi non-pemerintah untuk berpartisipasi dalam proses perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan sumber daya air terpadu.Undang-Undang Sumber Daya Air menyatakan visi, misi, dan prinsip-prinsip pengelolaan sumber daya air di Indonesia, sebagai dasar untuk pelaksanaan IWRM. Visi untuk pengelolaan sumber daya air berdasarkan UU SDA adalah “Sumber daya air dikelola secara menyeluruh, terpadu, dan berwawasan lingkungan hidup dengan tujuan mewujudkan kemanfaatan sumber daya air yang berkelanjutan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat” (Pasal 3 UU SDA). Untuk menjalankan visi tersebut, telah diidentifikasi lima misi pengelolaan sumber daya air, yaitu: 1) konservasi sumber daya air, 2) pendayagunaan sumber daya air; 3) pengendalian daya rusak air; 4) pemberdayaan dan peningkatan peran masyarakat, dunia usaha, dan pemerintah; dan 5) perbaikan data dan informasi yang ketersediaan dan transparansi. Selanjutnya, dalam rangka untuk mencapai misi tersebut, pengelolaan sumber daya air dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip harmoni, kesetaraan, kesejahteraan umum, integritas, keadilan, otonomi, transparansi dan akuntabilitas 

b.    Pelaksanaan Pengelolaan Irigasi

Indonesia telah memulai untuk melaksanakan reformasi terhadap kebijakan pengelolaan irigasi sejak diterapkannya Kebijakan Operasi dan Pemeliharaan Irigasi (Irrigation Operation and Maintenance Policy – IOMP) pada tahun 1987. Upaya reformasi tersebut merupakan respon terhadap kurangnya pembiayaan, kapasitas kelembagaan dan institusi, permasalahan kinerja yang dihadapi Pemerintah dalam rangka menjaga irigasi yang keberlanjutan.Pada tahun 1999, pemerintah menerapkan kebijakan baru yang disebut Reformasi Kebijakan Pengelolaan Irigasi karena pelaksanaan IOMP tahun 1987 tidak sesuai dengan yang diharapkan dan krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997 telah mendorong pemerintah untuk meninjau ulang kebijakan pelayanan publik termasuk untuk pengelolaan irigasi. Kedua kebijakan tersebut telah membuka ruangan yang lebih besar dan menuntut peran utama petani untuk pengelolaan irigasi melalui Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A). Penerapan kedua kebijakan tersebut memberlakukan kembali komitmen pemerintah untuk perubahan pengelolaan irigasi dari dominasi institusi pemerintah menjadi bentuk baru dalam pengaturan kelembagaan yang mengedepankan kerjasama antara pemerintah dengan petani. Sebagai bentuk baru pengaturan kelembagaan, diperlukan penguatan P3A dan kerjasama yang berkesinambungan menjadi agenda penting dalam perubahan pengelolaan irigasi.Pada tahun 2006, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi sebagaimana yang diamanatkan Undang-undang No 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. PP tentang irigasi tersebut mendorong Pembangunan dan Pengelolaan Sistem Irigasi parisipatif (PPSIP) sebagai pelaksanaan irigasi berbasis partisipasi petani mulai, perencanaan, pengambilan keputusan, dan pelaksanaan kegiatan pada tahap pembangunan, peningkatan, operasi dan pemeliharaan, serta rehabilitasi untuk menjaga pemanfaatan air dalam bidang pertanian berdasarkan prinsip partisipatif, kesetaraan, kesejahteraan umum,  keadilan, otonomi, transparansi dan akuntabilitas, serta berwawasan lingkungan.Pengelolaan sistem irigasi partisipatif melibatkan semua pihak yang berkepintingan dengan mengedepankan kepentigan dan peran serta petani. Pelaksaannnya difasilitasi oleh Pemerintah tingkat Pusat, Provinsi, maupun Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangannya dan memberikan bantuan sesuasi dengan yang dibutuhkan oleh P3A dengan tetap memperhatikan prinsip kemandirian.Pemberdayaan dan pendayagunaan kelembagaan pengelolaan irigasi perlu dilakukan untuk menjamin pengelolaan irigasi. Kelembagaan pengelolaan irigasi tersebut meliputi instansi pemerintah, perkumpulan petani pemakai air (P3A), dan komisi irigasi. Perkumpulan petani pemakai air dibentuk secara demokratis pada setiap daerah layanan/petak tersier atau desa dan dapat membentuk gabungan perkumpulan petani pemakai air (GP3A) pada daerah layanan/blok sekunder, gabungan beberapa blok sekunder, atau satu daerah irigasi. Selain itu perlu dibentuk juga induk perkumpulan petani pemakai air (IP3A) pada daerah layanan/blok primer, gabungan beberapa blok primer, atau satu daerah irigasi. Sementara itu, Komisi Irigasi dibentuk untuk mewujudkan keterpaduan pengelolaan sistem irigasi pada setiap provinsi dan kabupaten/kota.

2.4.   MASALAH PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR

Secara umum masalah pengelolaan sumberdaya air dapat dilihat dari kelemahan mempertahankan sasaran manfaat pengelolaan sumberdaya air dalam hal pengendalian banjir dan penyediaan air baku bagi kegiatan domestik, municipal,  dan industri.Masalah pengendalian banjir sebagai bagian dari upaya pengelolaan pengelolaan sumberdaya air, sering mendapatkan hambatan karena adanya pemukiman padat di sepanjang sungai yang cenderung mengakibatkan terhambatnya aliran sungai karena banyaknya sampah domestik yang dibuang ke badan sungai sehingga mengakibatkan berkurangnya daya tampung sungai untuk mengalirkan air yang datang akibat curah hujan yang tinggi di daerah hulu.Pada sisi lain penyediaan air baku yang dibutuhkan bagi kegiatan rumah tangga, perkotaan dan industri sering mendapatkan gangguan secara kuantitas – dalam arti terjadinya penurunan debit air baku akibat terjadinya pembukaan lahan-lahan baru bagi pemukiman baru di daerah hulu yang berakibat pada pengurangan luas catchment area sebagai sumber penyedia air baku. Disamping itu, secara kualitas penyediaan air baku sering tidak memenuhi standar karena adanya pencemaran air sungai oleh limbah rumah tangga, perkotaan, dan industri.Dengan diberlakukannya Undang-undang 22/1999 tentang Otonomi Daerah, masalah pengelolaan sumberdaya air ini menjadi lebih kompleks mengingat Satuan Wilayah Sungai (SWS) atau Daerah Pengaliran Sungai (DPS) secara teknis tidak dibatasi oleh batas-batas administratif tetapi oleh batas-batas fungsional, sehingga dengan demikian masalah koordinasi antar daerah otonom yang berada dalam satu SWS atau DPS menjadi sangat penting dalam pengelolaan sumberdaya air.Perubahan peran Pemerintah dari institusi penyedia jasa (service provider) menjadi institusi pemberdayaan masyarakat dan dunia usaha (enabler) agar memiliki kemampuan dalam menyediakan kebutuhan air dan menunjang kegiatan usahanya secara mandiri dan berkelanjutan, sehingga perlu adanya upaya-upaya pemberdayaan masyarakat pengguna air untuk mengelola dan melestarikan potensi-potensi sumber daya air.Pengelolaan sumberdaya air menghadapi berbagai persoalan yang berhubungan berbagai macam penggunaan dari berbagai macam sektor (pertanian, perikanan, industri, perkotaan, tenaga listrik, perhubungan, pariwisata, dan lain-lain) baik yang berada di hulu maupun di hilir cenderung semakin meningkat baik secara kuantitas maupun kualitas. Hal ini telah banyak menimbulkan dispute antar sektor maupun antar wilayah, yang pada dasarnya merupakan cerminan dari adanya conflict of interests yang tajam serta tidak berjalannya fungsi koordinasi yang baik.Memperhatikan adanya ketidakseimbangan jumlah ketersediaan air diatas, maka jumlah ketersediaan air dan besarnya kebutuhan akan air perlu dikelola sedemikian rupa sehingga pemanfaatannya memenuhi kriteria keterpaduan secara fungsional ruang,  berkelanjutan,  dan berwawasan lingkungan. Untuk itu, dibutuhkan perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan sumberdaya air yang memadai untuk mencapai pengelolaan sumberdaya air secara berkelanjutan berdasarkan strategi pemanfaatan ruang yang banyak ditentukan oleh karakteristik sumber daya air.Menurut Bisri (2009) beberapa faktor yang berkaitan dengan permasalahan sumber daya air di Indonesia, antara lain adalah :
  • Ketidakseimbangan antara pasokan dan kebutuhan dalam perspektif ruang dan waktu.Indonesia yang terletak di darah tropis merupakan negara kelima terbesar di dunia dalam hal ketersediaan air. Namun, secara alamiah Indonesia menghadapi kendala dalam memenuhi kebutuhan air karena distribusi yang tidak merata baik secara spasial maupun waktu, sehingga air yang dapat disediakan tidak selalu sesuai dengan kebutuhan, baik dalam perspektif jumlah maupun mutu. Ketersediaan air yang sangat melimpah pada musim hujan, yang selain menimbulkan manfaat, pada saat yang sama juga menimbulkan potensi bahaya kemanusiaan berupa banjir. Sedangkan pada musim kemarau, kelangkaan air telah pula menimbulkan potensi bahaya kemanusiaan lainnya berupa kekeringan yang berkepanjangan.
  • Meningkatnya ancaman terhadap keberlanjutan daya dukung sumberdaya air, baik air permukaan maupun ait tanah.Kerusakan lingkungan yang semakin luas akibat kerusakan hutan secara signifikan telah menyebabkan penurunan daya dukung Daerah Aliran Sungai (DAS) dalam menahan dan menyimpan air.
  • Menurunnya kemampuan penyediaan air.Berkembangnya daerah permukiman dan industri telah menurunkan area resapan air dan mengancam kapasitas lingkungan dalam menyediakan air. Pada sisi lain, kapasitas infrastruktur penampang air seperti waduk dan bendungan makin menurun sebagai akibat meningkatnya sedimentasi, sehingga menurunkan keandalan penyediaan air untuk irigasi maupun air baku.
  • Meningkatnya potensi konflik air. Meningkatnya persaingan penggunaan air dan penurunan efisiensi penggunaan air salah satunya disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk dan kualitas kehidupan masyarakat, jumlah kebutuhan air baku bagi rumah tangga, permukiman, pertanian maupun industri juga semakin meningkat.
  • Kurang optimalnya tingkat layanan jaringan irigasi. Belum atau tidak berfungsinya jaringan irigasi disebabkan antara lain oleh belum lengkapnya sistem jaringan, ketidaktersediaan air, belum siapnya lahan sawah, ketidaksiapan petani penggarap atau terjadinya mutasi lahan. Selain itu, pada jaringan irigasi yang berfungsi juga mengalami kerusakan terutama disebabkan oleh rendahnya kualitas operasi dan pemeliharaan
  • Makin meluasnya abrasi pantai. Perubahan lingkungan dan abrasi pantai mengancam keberadaan air di daerah sekitar pantai. Pada aspek institusi, lemahnya koordinasi antar instansi dan antar daerah otonom telah menimbulkan pola pengelolaan sumberdaya air yang tidak efisien.
  • Rendahnya kualitas pengelolaan data dan sistem informasi. Pengelolaan sumberdaya air belum di dukung oleh basis data dan sistem informasi yang memadai. Kualitas datadan informasi yang dimiliki belum memenuhi standar yang ditetapkan dan tersedia pada saat diperlukan.
  • Kerusakan prasarana sumberdaya air. Indonesia sebagai negara yang beriklim tropis dan berada di pertemuan beberapa lempeng daratan dunia mempunyai kerentanan terhadap banjir. Banjir, gempa, tsunami, tanah longsor dan bencana lainnya hampir setiap tahun selalu terjadi.
2.5.  KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR

2.5.1. Arah  Kebijakan
Berdasarkan peraturan terkait dan dokumen-dokumen perencanaan pembangunan nasional, arah kebijakan dalam pengelolaan sumber daya air sebagai berikut:
  • Mewujudkan sinergi dan mencegah konflik antar wilayah, antar sektor, dan antar generasi dalam rangka memperkokoh ketahanan nasional, persatuan, dan kesatuan bangsa.
  • Mendorong proses pengelolaan sumberdaya air yang terpadu antar sektor dan antar wilayah yang terkait di pusat, propinsi, kabupaten/kota dan wilayah sungai.
  • Menyeimbangkan upaya konservasi dan pendayagunaan sumberdaya air agar terwujud kemanfaatan air yang berkelanjutan bagi kesejahteraan seluruh rakyat baik pada generasi sekarang maupun akan dating
  • Menyeimbangkan fungsi sosial dan nilai ekonomi air untuk menjamin pemenuhan kebutuhan pokok setiap individu akan air dan pendayagunaan air sebagai sumberdaya ekonomi yang memberikan nilai tambah optimal dengan memperhatikan biaya pelestarian dan pemeliharaannya.
  • Melaksanakan pengaturan sumber daya air secara bijaksana agar pengelolaan sumber daya dapat diselenggarakan seimbang dan terpadu.
  • Mengembangkan sistem pembiayaan pengelolaan sumberdaya air yang mempertimbangkan prinsip cost recovery dan kondisi sosial ekonomi masyarakat.
  •  Mengembangkan sistem kelembagaan pengelolaan sumberdaya air yangmembuka akses partisipasi masyarakat serta mewujudkan pemisahan fungsi pengatur (regulator) dan fungsi pengelola (operator).
2.5.2.  Pembiayaan Pembangunan Sumber Daya Air

Dana infrastruktur sumber daya air dianggarkan di tingkat pemerintah pusat melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara  (APBN) dan di tingkat daerah  melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Penganggaran di tingkat pusat dilakukan melalui koordinasi antara lembaga-lembaga yang melibatkan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) dalam mengembangkan Rencana Kerja Pemerintah  tahunan. APBN dapat bersumber dari mata uang lokal, pinjaman, dan hibah dari Negara/lembaga donor.Penganggaran di tingkat daerah prosesnya sama dengan proses penganggaran di tingkat pusat. Sumber untuk Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan pinjaman atau hibah yang dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Selain itu, anggaran untuk Pemerintah Daerah dapat berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH) yang dilaksanakan berdasarkan undang-undang yang berlaku.

2.5.3.  Pembangunan Infrastruktur Sumber Daya Air Yang Berkelanjutan
Pembangunan berkelanjutan sangat memperhatikan optimalisasi manfaat sumber daya alam dan sumber daya manusia dengan cara menyelaraskan aktivitas manusia dengan kemampuan sumber daya alam untuk menopangnya.Komisi dunia untuk lingkungan dan pembangunan mendefinisikan pembangunan berkelanjutan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan hak pemenuhan kebutuhan generasi mendatang.Tujuan pembangunan berkelanjutan yang bermutu adalah tercapainya standar kesejahteraan hidup manusia yang layak, sehngga tercapai taraf kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh. Taraf kesejahteraan ini diusahakan dicapai dengan menjaga kelestarian lingkungan alam serta tetap tersediannya sumber daya yang diperlukan. Salah satu konsep terkait dengan pembangunan yang memperhatikan dampak terkecil dari kerusakan lingkungan tetapi menghasilkan manfaat yang optimal adalah kosep Eco-Efficiency.

a.  Konsep Eco- Efficiency 
Eco-efficiency untuk pertama kalinya dipromosikan dalam The World Business Council on Sustainable Development (WBCSD) sebagai konsep bisnis untuk memperbaiki kinerja ekonomi dan kondisi lingkungan pada setiap perusahaan.Eco-efficiency telah dipertimbangkan dengan memperhitungkan penghematan sumber daya dan pencegahan polusi dari industri manufaktur sebagai pemicu untuk inovasi dan daya saing di semua jenis perusahaan. Pasar uang juga mulai mengenali nilai eco-efficiency karena banyak perusahaan yang menerapkan eco-efficiency dapat menghasilkan performa yang lebih baik secara finansial.Menurut Tamlyn, pengertian eco-efficiency perlu memperhatikan dampak lingkungan meliputi pertimbangan ekologi dan ekonomi yang merupakan strategi untuk mengurangi dampak lingkungan dan meningkatkan nilai produksi. Dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut maka akan terdapat upaya untuk mengurangi dampak lingkungan namun dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Namun hal yang penting untuk dicatat adalah terjadinya hubungan yang memberikan peluang untuk saling berubah secara posistif antara satu dengan yang lainnya.WBCSD telah mengidentifikasi 7 (tujuh) elemen yang dapat digunakan dalam menjalankan bisnis perusahaan untuk meningkatkan eko-efisiensi proses bisnisnya yaitu: 1) mengurangi penggunaan bahan baku; 2) mengurangi penggunaan energi; 3) mengurangi limbah beracun dari hasil produksi; 4) meningkatkan kemampuan daur ulang; 5) memaksimalkan penggunaan energi terbarukan; 6) memperpanjang daya tahan produk; dan 7) meningkatkan intensitas layanan.Indikator eco-efficiency pada tingkat penrusahaan dapat diterapkan untuk mengukur seberapa besar tingkat efisiensi sumberdaya yang digunakan dalam suatu usaha. Misalnya seberapa besar sumber daya energi, air dan bahan baku utama yang digunakan untuk mentransformasikan menjadi produk yang layak jual. WBCSD menyarankan agar menggunakan ratio antara nilai produk atau jasa per pengaruh lingkungan. Dari pernyataan WBCSD tersebut selanjutanya oleh Fuse, Horikoshi, Y.Kumai dan Taniguchi, dalam penerapannya disebut sebagai faktor eco-efficiency yang dapat diformulasikan dalam bentuk persamaan sebagai berikut:

b.  Keterkaitan Eco-Efficiency dengan Infrastruktur Sumber Daya Air
Eco-efficient dalam pembangunan infrastruktur sumber daya air merupakan upaya untuk mengurangi dampak negative terhadap lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan konstruksi, dalam hal ini adalah konstruksi infrastruktur sumber daya air yang memiliki dampak signifikan terhadap lingkungan sekitarnya. Dalam penerapan eco-efficiency, bahan baku yang digunakan perlu mempertimbangkan berasal dari dalam negeri. Hal ini akan mengurangi biaya pengiriman bahan baku sehingga akan lebih efisien dalam penggunaan bahan bakar, yang pada akhirnya dapat mengurangi emisi karbon. Pemanfaatan bahan bangunan dan teknologi ramah lingkungan perlu disosialisasikan dan dilaksanakan secara optimal untuk mengurangi dampak kerusakan ekologis dalam pembangunan infrastruktur sumber daya air, serta operasi dan pemeliharaannya.
  
c.   Penerapan Eco-Efficiency dalam Pembangunan Infrastruktur Sumber Daya Air
alam rangka penerapan konsep eco-efficiency dalam pembangunan infrastruktur sumber daya air, Pemerintah Indonesia melakukan berbagai upaya yang dijelaskan di bawah ini:

2.6.  KONSERVASI SUMBER DAYA AIR
Konsep dasar konservasi air adalah jangan membang-buang sumberdaya air. Pada awalnya konservasi air diartikan sebagai menyimpan air dan menggunakannya untuk keperluan yang produktif di kemudian hari. Konsep ini disebut konservasi segi suplai. Perkembangan selanjutnya konservasi lebih mengarah kepada pengurangan dan pengefisienan penggunaan air dan dikenal sebagai konservasi sisi kebutuhan.Konservasi air yang baik merupakan gabungan dari kedua konsep tersebut, yaitu menyimpan air dikala berlebihan dan menggunakannya sesedikit mungkin untuk keprluan tertentu yang produktif. Sehingga konservasi air domestik berarti menggunakan air sesedikit mungkin untuk mandi, mencuci, menggelontor toilet, dan penggunaan-penggunaan rumah tangga lainnya. Konservasi air industri berarti pemakaian air sesedikit mungkin untuk menghasilkan suatu produk. Konservasi air pertanian pada dasarnya berarti penggunaan air sesdikit mungkin untuk menghasilkan hasil pertanian yang sebanyak-banyaknya.Konservasi air dapat dilakukan dengan cara : 1). meningkatkan pemanfaatan air permukaan dan air tanah, 2). Meningkatkan efisiensi air irigasi dan 3) menjaga kualitas air sesuai dengan peruntukannya.Konservasi sumber daya air dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia dilatarbelakangi pada beberapa hal sebagai berikut:
  • Perlunya keseimbangan kebutuhan air saat ini dan di masa mendatang
  • Penggunaan persediaan air yang ditampung pada saat musim hujan untuk digunakan pada musim kemarau
  • Meningkatkan ketersediaan air tanah
  • Perbandingan infrastruktur skala besar dengan infrastruktur skala kecil
  • Kebijakan Pemerintah Indonesia: peningkatan embung yang dikelola oleh petani di perdesaan dan daerah pertanian.
Berdasarkan pengalaman, Pemerintah Indonesia saat ini mencoba untuk meminimalkan dampak pembangunan infrastruktur sumber daya air melalui pembangunan skala mikro yang meningkatkan partisipasi masyarakat untuk mendukung konsep ramah lingkungan. Dengan partisipasi masyarakat, biaya operasi dan pemeliharaan dapat lebih efisien dan anggaran dapat dikurangi. Perbandingan dalam pembangunan infrastruktur sumber daya air ditampilkan dalam tabel berikut.
Tabel 1:  Perbandingan Bendungan dan Embung
Kriteria
Bendungand
Field Reservoir (Embung)
Fungsi
Jangka Panjang
Jangka Pendek
Investasi
Tinggi
Rendah/Moderat
Partisipasi Masyarakat
Rendah
Tinggi
Dampak Sosial
Tinggi
Rendah/Moderat
Kapasitas
Besar
Kecil/Medium
Dampak Lingkungan
Resiko Tinggi
Ramah Lingkungan

Sebagai tambahan pengembangan waduk dan embung, pemerintah juga mendorong konservasi sumber daya air lainnya yang memberikan lebih banyak pada peningkatan air tanah dan penguranan limpasan air permukaan. Konservasi sumber daya air yang diperkenalkan oleh Handojo (2008) dapat dibagi menjadi konservasi di hulu, tengah dan hilir sungai wilayah.
a.         Daerah Hulu (Parit resapan)
  • Parit resapan merupakan penampungan air sementara untuk menampung limpasan air permukaan supaya terserap ke dalam tanah.
  • Fungsi dari parit resapan tersebut adalah untuk mengurangi air limpasan, menyaring polutan, dan meningkatkan pengisian ulang air tanah.
  • Parit resapan dibuat dengan kedalaman kurang dari 1 m dan lebar 80 cm. Parit dapat diisi dengan kerikil atau dikominasikan dengan pipa.
b.        Daerah Tengah (Embung resapan)
  • Membuat embung resapan: efektif dengan pendekatan keteknikan yang ringan, berdasarkan pada prose salami untuk mengantisipasi banjir dan kekeringan
  • Menyediakan waktu untuk air dapat terserap
  • Menampung air hujan yang dapat digunakan saat musim kemarau
  • Meningkatkan kualitas air
c.         Daerah hilir (Sumur resapan)
  • Membangun sumur resapan yang menjadi syarat dalam izim membangun bangunan khususnya di Provinsi DKI Jakarta.
  • Meningkatkan pengisian kembali air tanah.
  • Sebagai upaya untuk mengatasi ekstrasi air tanah yang akan mengakibatkan penurunan tanah.
  • Berkontribusi dalam mengurangi limpasan air permukaan.
1)   Pengendalian Banjir melalui Biopori
Biopori merupakan metode penyerapan air yang berfungsi untuk mengurangi dampak banjir dengan meningkatkan infiltrasi air ke dalam tanah. Metode ini dikembangkan oleh Kamir R Brata, peneliti dari Institut Pertanian Bogor.Konsep Biopori : Biopori adalah lubang-lubang di dalam tanah yang terbentuk karena adanya berbagai akitivitas organisme di dalamnya, seperti cacing, perakaran tanaman, rayap dan organisme tanah lainnya. Dengan adanya aktivitas tersebut maka akan terbentuk lubang-lubang yang akan menjadi tempat berlalunya air di dalam tanah. Bila lubang-lubang seperti ini dapat dibuat dengan jumlah banyak, maka kemampuan dari sebidang tanah untuk meresapkan air akan diharapkan semakin meningkat. Meningkatnya kemampuan tanah dalam meresapkan air akan memperkecil peluang terjadinya aliran air di permukaan tanah.Penambahan jumlah biopori tersebut dapat dilakukan dengan membuat lubang vertikal ke dalam tanah. Lubang-lubang tersebut selanjutnya diisi bahan organik, seperti sampah-sampah organik rumah tangga, potongan rumput, dan vegatasi sejenisnya. Bahan organik ini dapat meningkatkan aktivitas organiseme dalam tanah sehingga akan semakin banyak biopori yang terbentuk.
1.     Dampak dari biopori terhadap lingkungan dapat dijelaskan sebagai berikut: Meningkatkan Daya Resapan Air. Dengan menggungakan lubang resapan biopori diharapkan dapat menambah bidang resapan air sebesar luas dinding lubang. Sebagai contoh bila lubang dibuat dengan diameter 10 cm dan dalam 100 cm maka luas bidang resapan akan bertambah sebanyak 3.140 cm2 atau hampir 1/3 m2. Dengan adanya aktivitas organisme tanah seperti cacing tanah pada lubang resapan, maka rongga pada tanah akan terbentuk dan tetap terbuka sehingga dapat melewatkan air untuk terserap ke dalam tanah. Dengan demikian kombinasi antara luas bidang resapan dengan kehadiran biopori secara bersama-sama akan meningkatkan kemampuan dalam meresapkan air.
2.     Mengubah Sampah Organik Menjadi Kompos Lubang resapan biopori diaktifkan dengan memberikan sampah organik kedalamnya. Sampah ini akan dijadikan sebagai sumber energi bagi organisme tanah untuk melakukan kegiatannya melalui proses dekomposisi. Sampah yang telah didekompoisi ini dikenal sebagai kompos.. Dengan melalui proses seperti itu maka lubang resapan biopori selain berfungsi sebagai bidang resapan air juga sekaligus berfungsi sebagai pembuat kompos.
3.  Memanfaatkan Organisme Tanah dan atau Akar Tanaman Seperti disebutkan di atas, lubang resapan biopori diaktikan oleh organisme tanah. Aktivitas organisme tanah dan perakaran tanaman selanjutnya akan membuat rongga-rongga di dalam tanah yang akan dijadikan saluran air untuk meresap ke dalam tanah. Dampak positih yang dihasilkan terhadap lingkungan adalah mengurangi limpasan air permukaan dan dapat mengurangi penggunaan pupuk kimia karena biopri dapat menghasilkan pupuk organic (kompos).

IIIPENUTUPA.   
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat di tarik dari pembahasan di muka tadi bahwasanya pembangunan adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk merubah kondisi lama menjadi kondisi yang baru dengan maksud untuk melakukan pengembangan dengan memanfaatkan kondisi geologi secara fisik yang juga memanfaatkan sumber daya alam, kegiatan tersebut berlangsung di atas permukaan bumi.Sumberdaya air dapat terkena dampak dari pembangunan itu sendiri. Perubahan kondisi lingkungan yang diakibatkan oleh pembangunan dapat berdampak pada sumberdaya air baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
Secara umum  masalah pengelolaan sumberdaya air dapat dilihat dari kelemahan mempertahankan sasaran manfaat pengelolaan sumberdaya air dalam hal pengendalian banjir dan penyediaan air baku bagi kegiatan domestik, municipal,  dan industry.Konsep dasar konservasi air adalah jangan membang-buang sumberdaya air. Pada awalnya konservasi air diartikan sebagai menyimpan air dan menggunakannya untuk keperluan yang produktif di kemudian hari. Konsep ini disebut konservasi segi suplai. Perkembangan selanjutnya konservasi lebih mengarah kepada pengurangan dan pengefisienan penggunaan air dan dikenal sebagai konservasi sisi kebutuhan.


B. Rekomendasi
Infrastruktur dan dampaknya terhadap lingkungan adalah konsumsi terhadap sumberdaya (energi, air,bahan dan lahan) selama konstruksi dan operasi. Pengurangan emisi sebagai limbah dari sampah, gas rumah kaca, dan sebagainya perlu dipertimbangkan untuk menciptakan pembangunan yang berkelanjutan.Dalam pembangunan infrastruktur sumber daya air, pemerintah sebagai regulator perlu mensosialisasikan pentingnya pelaksanaan pembangunan dengan mempertimbangkan faktor lingkungan sehingga dapat tercapai efisiensi baik dari sisi ekonomi maupun ekologi. Hal ini perlu dipertimbangkan mengingat eskalasi harga minyak dunia akan mempengaruhi harga bahan bangunan. Di sisi lain, kekhawatiran terhadap peningkatan limbah material bangunan sejalan dengan pemahaman masyarakat mengenai pembangunan berbasis lingkungan. Pada akhirnya, pelaksanaan konstruksi perlu menekan sebanyak mungkin efek terhadap polusi air, udara, dan suara.     
  • DAFTAR PUSTAKA
  • Azdan, M. Donny, Ir, MA., MS., Ph.D. Perubahan Paradigma Pembangunan Sumber Daya Air dan Irigasi, 2008
  • Bappenas. (2004). Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2004 – 2009. Diperoleh dari www.bappenas.go.id.
  • Bappenas. (2005). Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 2005 – 2025. Diperoleh dari www.bappenas.go.id.
  • Bisri, M. 2009. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Penerbit CV. Asrori Malang. Malang
  • Biopori (2007). Desain dan Konsep Lubang Resapan Biopori. Diperoleh September 2008, dari www.biopori.com
  • Handojo, R. (2008). Konsep dan Pengembangan Eco Efficient dalam Pembangunan Infrastruktur. Catatan perkuliahan. Fakultas Teknis Sipil dan Lingkungan, Institup Teknologi Bandung.
  • Kakiangsa (2008). Development of Micro Hydro as an Alternative Energy in Remote Area. Diperoleh September 2008, dariwww.kakiangsa.wordpress.com